Disahkannya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) tahun 2008 telah menghadirkan perubahan di Republik Indonesia. Ini merupakan penegasan, bahwa hak atas informasi setiap warga negara dijamin oleh negara. Artinya, pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan badan publik dapat dijalankan dengan lebih optimal.
UU KIP telah lama dinantikan. Dahulu, akses masyarakat terhadap segala macam informasi benar-benar terbatas. Informasi diberikan hanya jika diminta, semuanya dianggap sebagai hak institusi dan bersifat rahasia, kecuali yang dipublikasikan. Sesudah UU KIP disahkan, informasi pun menjadi hak warga negara. Kini semua informasi adalah milik publik, kecuali yang dirahasiakan, dan institusi wajib mempublikasikannya secara pro aktif, bahkan tanpa perlu diminta terlebih dahulu.
UU KIP adalah jalan menuju tata pemerintahan yang lebih akuntabel dan transparan. Presiden RI menginstruksikan keterbukaan di banyak kesempatan dan pidatonya. Mulai dari urusan tes CPNS, pengelolaan zakat, pengadaan barang dan jasa di institusi pemerintah, hingga penyaluran bantuan gempa, Presiden tak jarang mengulang kata “transparan.” Presiden menyadari bahwa kini masyarakat telah berubah. Masyarakat lebih tahu dan kritis akan haknya, serta lebih berkemauan untuk berpartisipasi aktif dalam proses tata kelola pemerintahan.
Dengan kondisi seperti disebutkan diatas, institusi publik tidak boleh tidak siap. Banyak hal yang harus segera dikerjakan, mulai dari pembentukan pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (PPID) di setiap kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah, hingga memperbaiki layanan masyarakat, khususnya dalam hal kejelasan prosedur, waktu, dan biaya. Keterlambatan melaksanakan UU dan instruksi presiden dapat berujung pada ketidakpercayaan masyarakat. Bahkan bukan tidak mungkin, ketidaksiapan badan publik menghadapi tuntutan masyarakat yang demikian akan berujung pada sengketa informasi.
Di sisi lain, dunia menunjukkan fenomena yang setali tiga uang dalam menggelorakan keterbukaan di negaranya masing-masing. Di Timur Tengah, Arab Spring menegaskan tuntutan masyarakat agar pemerintahnya yang selama ini tertutup berubah. Open Government Partnership (OGP), di saat hampir bersamaan, yang diinisasi oleh 8 negara, salah satunya Indonesia, juga tak kendur mempromosikan pentingnya transparansi, akuntabilitas, partisipasi masyarakat, dan inovasi demi terciptanya good public governance. Hingga hari ini, lebih dari 50 negara telah bergabung di dalamnya. Indonesia patut bangga mengingat perannya sebagai salah satu pendiri OGP, serta dipercaya untuk menjadi co-chair bersama Inggris mulai akhir tahun 2012 ini.
Sejalan dengan hal di atas, Open Government Indonesia (OGI) hadir sebagai suatu gerakan dari, oleh, dan untuk masyarakat Indonesia. OGI ada untuk mendorong terciptanya pemerintahan yang lebih transparan dan masyarakat yang lebih partisipatif. Dengan adanya gerakan bersama ini, pelayanan yang bersentuhan langsung dengan kehidupan sehari-hari, seperti pendidikan, kesehatan, dan transportasi, diharapkan dapat menjadi lebih baik. Akuntabilitas anggaran, yang notabene berasal dari uang rakyat, juga diupayakan agar menjadi lebih jelas pertanggungjawabannya. Perubahan itu begitu dekat, mari dukung dan bergabung! (OpenGov)